Saat merancang produk digital atau perangkat lunak, kamu pasti butuh cara untuk menguji ide sebelum benar-benar dikembangkan. Nah, di sinilah jenis-jenis prototype berperan.
Prototype membantu kamu mengeksplorasi desain, mengumpulkan feedback, dan menghindari kesalahan besar sebelum tahap pengembangan dimulai. Tapi, nggak semua prototype itu sama—ada beberapa jenis yang bisa kamu pilih sesuai dengan kebutuhan proyekmu.
Yuk, kita bahas satu per satu!
1. Low Fidelity Prototype
Kalau kamu masih dalam tahap eksplorasi ide, low fidelity prototype (lo-fi) adalah pilihan terbaik. Prototype ini biasanya berupa sketsa di kertas atau wireframe sederhana yang menggambarkan tata letak dasar produk. Tujuannya bukan untuk menunjukkan detail desain, melainkan lebih ke arah struktur dan alur penggunaannya.
Misalnya, kalau kamu ingin membuat aplikasi e-commerce, lo-fi prototype bisa berupa gambaran kasar halaman utama, halaman produk, dan keranjang belanja. Dengan cara ini, kamu bisa menguji konsep sebelum melangkah lebih jauh.
2. High Fidelity Prototype
Kalau low fidelity masih terasa terlalu kasar, kamu bisa naik level ke high fidelity prototype (hi-fi). Prototype ini punya tampilan yang hampir menyerupai produk akhir, lengkap dengan warna, ikon, dan elemen interaktif. Biasanya dibuat menggunakan software desain seperti Figma atau Adobe XD.
Keunggulan hi-fi prototype adalah memberikan gambaran lebih jelas kepada stakeholders dan pengguna tentang bagaimana produk akan terlihat dan berfungsi. Selain itu, prototype ini cocok untuk mendapatkan feedback desain sebelum masuk ke tahap pengembangan.
3. Functional Prototype
Mau sesuatu yang lebih nyata? Functional prototype adalah jawabannya. Prototype ini dibuat agar bisa benar-benar diuji layaknya produk yang sudah jadi. Biasanya, functional prototype digunakan untuk perangkat keras (hardware) atau sistem yang membutuhkan pengujian teknis sebelum diproduksi secara massal.
Contohnya, kalau kamu sedang mengembangkan smartwatch, functional prototype bisa berupa versi awal yang sudah bisa menyala dan menjalankan fitur dasar, meskipun tampilannya masih sederhana. Dengan cara ini, tim pengembang bisa menguji fungsionalitasnya sebelum melangkah lebih jauh.
4. Interactive Prototype
Kalau kamu ingin mendapatkan pengalaman pengguna yang lebih nyata tanpa harus coding, interactive prototype adalah pilihan yang tepat. Prototype ini memungkinkan user untuk berinteraksi dengan desain, seperti mengklik tombol, mengisi formulir, atau berpindah antarhalaman, meskipun masih dalam tahap desain.
Biasanya, interactive prototype dibuat dengan tools seperti InVision atau Figma, sehingga kamu bisa menguji user flow sebelum masuk ke tahap development. Ini sangat berguna untuk memahami bagaimana pengguna berinteraksi dengan produk dan mengidentifikasi hambatan yang mungkin terjadi.
Setiap proyek memiliki kebutuhan yang berbeda, jadi penting untuk memilih jenis-jenis prototype yang sesuai. Low fidelity cocok untuk eksplorasi awal, high fidelity memberikan tampilan realistis, functional prototype memungkinkan pengujian nyata, dan interactive prototype mempermudah simulasi user experience. Dengan memahami jenis-jenis ini, kamu bisa menghemat waktu, tenaga, dan biaya dalam pengembangan produk.
Kalau kamu butuh bantuan dalam membuat prototype yang tepat untuk website atau aplikasi bisnismu, Boleh Dicoba Digital (BDD) siap membantu! Tim Webdev Service kami bisa membantumu merancang, menguji, dan mengembangkan produk digital yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Yuk, konsultasikan proyekmu sekarang!